•09.33
Menikah:

Siti Romlah, STP.
binti Bedjo (alm)

dengan

Kholid D Suseno, S.P.
bin Suseno Noyosemito (Alm.)

Akad Nikah:
Sabtu, 9 Mei 2009/ 21 Rajab 1430 H
di Rawajitu Selatan,
Tulangbawang, Lampung


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
(QS Ar Rum: 21).

Pernikahan adalah lembaran baru dalam hidup yang akan kami jalani. Kami berharap momen tersebut sedari awal berjalan dengan limpahan keberkahan, dengan iringan doa dari orang tua, saudara, guru, tetangga, rekan kerja, sahabat, dan teman-teman kami semua.

Karenanya, kami ingin mengabarkan pernikahan kami dengan berbagai sarana. Dengan harapan, semakin banyak yang tahu, maka akan semakin banyak pula doa yang disampaikan kepada kami, meskipun tidak bisa hadir dalam pernikahan kami.

Situs ini adalah gambaran cita dan harapan kami tentang hidup berkeluarga. Tentang komitmen kuat untuk berjalan seiring, menghimpun kekuatan, saling mengisi, menyempurnakan kekurangan masing-masing pribadi. Hunna libaasun-lakum wa-antum libaasun-lahun, ‘Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.’ Kami berharap, ini mengarahkan kami pada rumah tangga yang digambarkan Rasulullah: baiti jannati, rumahku adalah surgaku.

Doakan kami agar Allah senantiasa memberi petunjuk dan kemudahan untuk mewujudkan harapan kami. Sehingga, dari rumah tangga yang penuh berkah itu akan melahirkan banyak manfaat, bagi orang-orang di sekitar kami, masyarakat, dan umat keseluruhan. Doakan, dari rumah tangga kami lahir generasi penerus yang mampu mengemban risalah agamanya. Amiin.
•09.26
Izinkan Aku Mencintaimu dengan Sederhana


Semoga rahmat Allah senantiasa mengiringi setiap langkah, menghadirkan rasa syukur, dan menjaga sangkaan baik kita untuk hari esok.

Mengawali semuanya, maafkan jika saya pernah menuntut lebih, atas sesuatu yang tak sepatutnya kumintakan kepadamu. Perasaan cukup atas segala yang ada pada dirimu, semoga menjadi bagian yang terus mendapat peneguhan. Bukankah Allah yang akan mencukupi segala kekurangan hamba-Nya? Niatan ibadah dalam rangka meneladani Rasul-Nya, kiranya menjadi sumber kekuatan yang tak pernah habis.

Siti yang dirahmati Allah,
Rasanya ini penting kuceritakan. Di waktu harus membuat keputusan lebih jauh untuk menjalin hubungan denganmu, ada kisah menggugah yang disampaikan oleh Ustad Muzammil Yusuf. Tentang suami-isteri bersahaja yang hidup rukun di daerah Gunung Kidul Yogya. Si suami bekerja sebagai pemburu belalang dengan penghasilan 15 ribu perhari. Setiap pagi mereka hanya sarapan dengan teh hangat tanpa gula, yang mampu disediakan sang isteri sesuai dengan penghasilan mereka. Si suami, karena merasa telah membuat isterinya menderita, meminta maaf atas ketidakmampuannya. Ia mempersilahkan, kalaupun isterinya ingin berpisah. Tapi sang isteri kukuh tak mau berpisah. ”Saya merasa bahagia dengan hal seperti ini. Bapak orangnya baik, tak suka marah, penyayang. Saya ingin kita tetap bersama.” Subhanallah, Maha Suci Allah. Ternyata bahagia itu bisa muncul dengan cara yang sederhana.

Sungguh, mendengar kisah tersebut, saya membayangkan keluarga kita nanti bisa meneladani suami-isteri dari Yogya itu. Saya ingin tutur kata yang hangat dan ketinggian pekerti mengiringi kebersamaan kita, menjadi penawar atas segala ujian yang datang.

Siti yang dimuliakan Allah,
Pelajaran tentang kesederhanaan banyak kita peroleh dari orang terdekat kita. Orang tua dan kampung kelahiran kita, rasanya telah memberi banyak limpahan keteladanan tentang hidup dengan kesederhanaan.

Oh ya, kita ternyata punya selera yang sama: suka dengan dunia anak-anak.Dunia yang penuh keceriaan, polos, tanpa pretensi; tak seperti dunia orang dewasa yang seringkali rumit. Pilihanmu untuk mengajar di sekolah dasar, semoga juga menjadi bagian yang meneguhkan makna kesederhanaan dalam keluarga kita kelak.

Begitulah, semoga bahagia itu tidak harus diukur dengan kecukupan materi. Apapun kesulitan yang kita hadapi tidak boleh menghalangi kita untuk pandai bersyukur. Saya ingin ’ruh’ kesederhanaan ini menjadi kesepakatan kita. Menjadi bingkai atas hidup yang akan kita jalani nanti berdua. Sekaligus, ini juga jawaban dariku atas keinginanmu, agar aku dapat menerimamu apa adanya (sebagaimana yang engkau tulis dalam suratmu).

Permulaan yang baik itu tampaknya sudah kita buat. Saat kita sepakat bahwa walimah cukup dilaksanakan kampung, secara sederhana dengan mengundang famili dekat dan tetangga.
Maka, biarlah bingkai kesederhanaan ini menjadi rangkaian ketulusan. Sampai kemudian, cinta itu mengalir deras, menghanyutkan segala kotoran hati, menumbuhkan semangat untuk berbuat terbaik, kerelaan berkorban, rasa tanggung jawab, dan muara kebahagiaan yang menjadi cita-cita kita: ”Rumahku surgaku.”

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada*

Demikianlah surat ini kusampaikan, semoga menjadi permakluman atas semuanya. Hanya kepada Allah jualah kita berharap dan segala urusan itu dikembalikan.


Yang ingin mencintaimu
karena Allah,


Kholid


*(dikutip dari sajak Sapardi Djoko Damono)